Ada begitu banyak hal
yang dapat membatalkan shalat, sebagiannya telah menjadi kesepakatan ulama
tanpa khilaf, sebagian lainnya juga membatalkan namun masih khilaf para ulama
di dalamnya.
1. Kehilangan Salah Satu Dari Syarat Sah
Shalat
a. Murtad
Syara pertama orang
yang mengerjakan shalat adalah statusnya harus menjadi seorang muslim. Bila
status keislamannya terlepas, maka otomatis shalatnya menjadi batal.
b. Gila
Demikian juga dengan orang yang
tiba-tiba menjadi gila atau hilang akal saat sedang shalat, maka shalatnya juga
batal.
c. Belum Masuk Waktu
Di antara syarat sah shalat adalah
bahwa mengetahui bahwa waktu shalat sudah masuk. Sebab shalat itu tidak sah
dilakukan bila belum lagi masuk waktunya.
d. Tersentuh Najis
Suci dari najis adalah salah satu
syarat sah shalat. Tidak sah shalat seseorang kalau badan, pakaian atau
tempatnya shalatnya masih terkena najis.
e. Mengalami Hadats Kecil
Bila seseorang mengalami hadats besar
atau kecil, maka batal pula shalatnya, baik hal itu terjadi tanpa sengaja atau
secara sadar, ataupun dengan sengaja dan sepenuh kesadaran.
Hal-hal yang membuat seseorang
berhadats kecil dan bisa membatalkan wudhu' ada beberapa hal. Sebagian
disepakati para ulama dan sebagian lainnya masih menjadi khilaf atau perbedaan
pendapat.
- Keluarnya
Sesuatu Lewat Kemaluan
Yang dimaksud kemaluan itu termasuk
bagian depan dan belakang. Dan yang keluar itu bisa apa saja termasuk benda
cair seperti air kencing, mani, wadi, mazi, atau apapun yang cair. Juga berupa
benda padat seperti kotoran, batu ginjal, cacing atau lainnya.
- Tidur
Tidur yang bukan dalam
posisi tetap (tamakkun) di atas bumi. Dalilnya adalah sabda Rasulullah
SAW
- Hilang Akal
Hilang akal baik
karena mabuk atau sakit. Seorang yang minum khamar dan hilang akalnya karena
mabuk maka wudhu' nya batal. Demikian juga orang yang sempat pingsan tidak
sadarkan diri juga batal wudhu'nya.
- Menyentuh Kemaluan
Dalilnya adalah sabda
Rasulullah SAW :
مَنْ
مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأ
Siapa yang menyentuh
kemaluannya maka harus berwudhu (HR. Ahmad dan At-Tirmizy)
Para ulama kemudian
menetapkan dari hadits ini bahwa segala tindakan yang masuk dalam kriteria
menyentuh kemaluan mengakibatkan batalnya wudhu. Baik menyentuh kemaluannya
sendiri ataupun kemaluan orang lain. Baik kemaluan laki-laki maupun kemaluan
wanita. Baik kemaluan manusia yang masih hidup ataupun kemauan manusia yang
telah mati (mayat). Baik kemaluan orang dewasa maupun kemaluan anak kecil.
Bahkan para ulama memasukkan dubur sebagai bagian dari yang jika tersentuh
membatalkan wudhu.
- Menyentuh Kulit Lawan Jenis
Menyentuh kulit lawan
jenis yang bukan mahram tanpa ada lapisan atau penghalan, termasuk hal yang
membatalkan wudhu menurut pendapat para ulama.
g. Mengalami Hadats Besar
Selain terkena hadats kecil, yang ikut
juga membatalkan seseorang dari shalatnya adalah terkena atau mendapatkan
hadats besar. Maksudnya, kalau pada saat sedang shalat, seseorang mengalami
hal-hal yang mengakibatkan terjadinya hadats besar, maka secara otomatis
shalatnya batal.
- Keluar Mani
- Bertemunya Dua Kemaluan
- Meninggal
- Haidh
- Nifas
- Melahirkan
h. Terbuka Aurat Secara
Sengaja
i. Bergeser Dari Arah
Kiblat
2. Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat
Apabila ada salah satu rukun shalat
yang tidak dikerjakan, maka shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Dan sebagaimana
kita bahas sebelumnya, bahwa rukun shalat itu ada 13 perkara, bahkan sebagian
ulama menambahi bilangannya, sesuai dengan perbedaan pendapat masing-masing.
Maka bila salah satu dari rukun-rukun
itu tidak dikerjakan, seketika itu juga shalat menjadi batal hukumnya.
a. Kehilangan Niat
Seseorang yang sedang
shalat, lalu tiba-tiba niatnya berubah, maka shalatnya menjadi batal.
Yang dimaksud dengan
berubah niat disini adalah bila terbetik niat untuk menghentikan shalat yang
sedang dilakukannya di dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal.
Sebab niatnya telah rusak, meski dia belum melakukan hal-hal yang membatalkan
shalatnya.
b. Tidak Membaca Surat
Al-Fatihah
Seluruh ulama sepakat bahwa membaca
surat Al-Fatihah adalah bagian dari rukun shalat. Sehingga bila ada orang yang
sengaja atau lupa tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung ruku', maka
shalatnya menjadi batal.
c. Rukun-rukun Lainnya
Dan rukun-rukun shalat lainnya masih
banyak, tetapi kalau salah satunya tidak dikerjakan, maka shalat orangitu batal
jadinya.
- Tidak
Berdiri
- Tidak
Ruku'
- Tidak
I'tidal
- Tidak
Sujud
- Tidak
Duduk Antara Dua Sujud
- Tidak
Duduk Tasyahhud Akhir
- Tidak
Membaca Lafazdz Tasyahhud Akhir
- Tidak
Membaca Shalawat
- Tidak
Mengucapkan Salam Pertama
- Tidak
Tertib
- Tidak
Thuma'ninah
3. Berbicara di Luar Shalat
Sebenarnya shalat itu adalah gabungan
dari perkataan dan gerakan. Maka pada dasarnya shalat itu adalah berbicara atau
berkata-kata.
Namun yang dimaksud dengan berbicara
yang membatalkan shalat maksudnya adalah pembicaraan yang diluar shalat, di
antara pembicaraan dengan sesama manusia secara lisan (verbal), di luar dari
yang telah ditetapkan sebagai bacaan shalat.
a. Bicara Yang Membatalkan
Shalat
Dan termasuk dalam perkara menjawab
perkataan orang lain misalnya :
- Tertawa
- Mengucapkan Salam dan
Menjawabnya
- Membaca Shalawat
- Mendoakan Orang Bersin
- Mengucapkan
Shadaqallahul-Adzhim, Sebagian orang ada yang
terbiasa membaca lafadz shadaqallahul-adzhim seusai membaca ayat-ayat
Al-Quran. Dan sebagian lainnya memakruhkan, karena takut dianggap bagian
dari Al-Quran.
- Mengucapkan Istirja' , Lafadz
istirj’ adalah ucapan inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Biasanya kita
ucapkan manakala kita menghadapi cobaan, bala’, musibah, kematian dan
sebagainya, baik kita langsung yang mengalaminya, atau dialami oleh orang
lain. Tetapi manakala lafadz itu
diucapkan pada saat seseorang melakukan shalat, maka shalatnya batal.
- Suara Tanpa Arti
b. Bicara Yang Tidak
Membatalkan Shalat
Sedangkan bicara yang tidak termasuk
membatalkan shalat antara lain al-fathu dan doa-doa yang kita susun dan dibaca
di dalam shalat.
- Al-Fath
Dibolehkan bagi makmum mengingatkan
bacaan ayat Al-Quran yang imam melupakannya. Istilahnya adalah al-fath,
yang artinya 'membuka'. Maksudnya, membuka diamnya imam yang lupa atau bingung
dengan bacaannya yang tersilap. Asalkan niatnya untuk membaca Al-Quran dan
bukan untuk berdialog atau talqin, hukumnya boleh. Bahkan mazhab Asy-syafi'I
mewajibkannya.
- Melafadzkan Doa
Melafadz doa tidak
membatalkan shalat, karena pada dasarnya shalat itu memang doa. Bahkan di dalam
shalat ada posisi tertentu yang memang kita dianjurkan untuk memperbanyak doa.
4. Bergerak di Luar Gerakan Shalat
Para ulama sepakat bahwa gerakan di
luar shalat yang dilakukan berulang-ulang akan membatalkan shalat. Namun mereka
berbeda pendapat dalam batasannya.
a. Mazhab Al-Hanafiyah dan
Al-Malikiyah
Batasan gerakan yang banyak menurut
kedua mazhab ini adalah apa yang diyakini oleh orang lain sebagai gerakan bukan
shalat, maka hal itu termasuk gerakan yang banyak. Tetapi bila orang lain masih
ragu-ragu apakah seseorang sedang shalat atau tidak, maka hal itu belum
membatalkan.
Ibnu Abidin mengatakan harus
ditambahkan bahwa gerakan yang banyak dan membatalkan shalat itu di luar dari
gerakan untuk membunuh ular dan kalajengking, karena Rasulullah SAW
memerintahkan untuk melakukannya.
b. Mazhab Asy-Syafi’iyah
dan Al-Hanabilah
Yang dimaksud adalah gerakan yang
banyak dan berulang-ulang terus itu standarnya adalah al-‘urf. Al-‘Urf
maksudnya kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat. Bila di tengah
masyarakat suatu gerakan di dalam shalat dianggap sudah keluar dari konteks
shalat, maka gerakan itu membatalkan shalat. Sebaliknya, bila ‘urf di tengah
masyarakat menganggap gerakan itu masih dalam kategori shalat, maka shalatnya
tidak batal.
Mazhab As-syafi'i memberikan batasan
bahwa dua langkah yang dilakukan oleh orang yang sedang shalat, belum termasuk
membatalkan, karena dianggap masih sedikit. Tetapi langkah yang ketiga sudah
membatalkan, karena tiga adalah angka banyak yang minimal. Demikian juga dengan
gerakan lainnya, bila sampai tiga kali gerakan berturut-turut sehingga
seseorang batal dari shalatnya.
5. Makan dan Minum
Makan dan minum termasuk perbuatan yang
membatalkan shalat. Namun para ulama berbeda pendapat tentang detail-detailnya.
a. Al-Hanafiyah
Mazhab Al-Hanafiyah mengatakan walau
pun seseorang lupa menelan biji kecil, shalatnya dianggap batal. Demikian juga
gerakan mengunyah makanan bila tiga kali berturut-turut, meski tidak ditelan,
sudah dianggap membatalkan shalat.
Gula yang ada di mulut bila larut
dengan ludahnya, juga termasuk ke dalam hal yang membatalkan shalat.
Ibnu Abidin menyebutkan yang termasuk
kategori makan ada dua. Pertama, gerakan mengunyah makanan meski tidak ditelan.
Kedua, menelan makanan atau minuman meski tidak mengunyah.
b. Al-Malikiyah
Mazhab Al-Malikiyah membedakan antara
makan minum yang disengaja dengan yang terlupa. Makan minum dengan sadar dan
sengaja, tentu membatalkan shalat. Namun bila makan dan minum itu dilakukan
tanpa sadar alias lupa, maka shalatnya tetap sah. Hal ini persis dengan bila
orang puasa dan terlupa sehingga memakan makanan di siang hari.
Untuk itu, orang yang makan sambil
shalat, kalau memang benar-benar lupa, disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi.
c. As-Syafi’iyah
Mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan bila
orang menelan makanan atau minuman, meski jumlahnya sangat sedikit atau kecil,
tetap saja membatalkan shalat. Bahkan meski dia tidak menginginkannya.
Mazhab ini juga menyebutkan bahwa
melakukan banyak gerakan mengunyah makanan termasuk hal yang membatalkan
shalat, meski makanan itu tidak sampai tertelan.
Hal-hal yang tidak termasuk membatalkan
dalam perkara makanan menurut mazhab ini antara lain : kasus terlupa, baru
kenal Islam, tidak ada ulama,
Orang yang makan waktu shalat karena
lupa, shalatnya tidak dianggap batal, sebagaimana orang yang makan karena
terlupa pada saat berpuasa.
Orang yang baru saja masuk Islam dan
masih jahil atas ilmu-ilmu syariah, bila dia shalat sambil memakan makanan atau
meminum minuman, dalam kadar tertentu diperbolehkan.
Bila ada orang Islam yang hidup
terpisah dari masyarakat Islam, tanpa ada ulama yang mengerti hukum Islam, lalu
dia shalat dan karena ketidak-tahuannya dia makan ketika shalat, dalam kasus
ini ada keringanan.
d. Al-Hanabilah
Mazhab Al-Hanabilah membedakan antara
shalat fardhu dengan shalat sunnah. Orang yang sedang melakukan shalat fardhu
bila dia memakan sesuatu atau meminumnya, maka shalatnya batal. Meski pun yang
dimakan itu sedikit.
Namun bila makan dan minum pada waktu
shalat sunnah, maka hal itu tidak membatalkan shalatnya. Kecuali apabila jumlah
yang dimakan itu sangat banyak.
6. Mendahului Imam dalam Shalat Jama'ah
Bila seorang makmum melakukan gerakan
mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka
batal-lah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja, maka tidak
termasuk yang membatalkan shalat.
As-Syafi'iyah mengatakan bahwa batasan
batalnya shalat adalah bila mendahului imam sampai dua gerakan yang merupakan
rukun dalam shalat. Hal yang sama juga berlaku bila tertinggal dua rukun dari
gerakan imam.
7. Terdapatnya Air bagi Yang Tayammum
Seseorang yang tidak mendapatkan air
untuk bersuci dari hadats, lalu bersuci dengan cara bertayammum untuk shalat,
bila ketika shalat tiba-tiba terdapat air yang bisa dijangkaunya dan cukup
untuk digunakan berwudhu', maka saat itu otomatis shalatnya batal.
Karena halangan dari bersuci dengan air
sudah tidak ada lagi. Maka begitu shalatnya batal, dia harus berwudhu' saat itu
dan mengulangi lagi shalatnya.
Lain halnya bila shalat sudah
dikerjakan, dan air baru kemudian ditemukan. Maka dalam keadaan seperti itu dia
punya satu di antara dua pilihan. Pertama, dia boleh mengulangi shalatnya
dengan berwudhu’. Kedua, dia tidak perlu lagi mengulangi shalatnya, karena
sudah ditunaikan secara sah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar