Makanan yang di Haramkan dalam Al-Qur’an
Makanan yang diharamkan adalah sebagai berikut.
Pertama: Bangkai (Al Maitah)
Bangkai (al
maitah) adalah setiap hewan
yang matinya tidak wajar, tanpa lewat penyembelihan yang syar’i. Contohnya
adalah:
·
Al
munkhoniqoh: hewan yang mati
dalam keadaan tercekik.
·
Al
mawquudzah: hewan yang mati
karena dipukul dengan tongkat atau selainnya.
·
Al
mutaroddiyah: hewan yang mati
karena jatuh dari tempat yang tinggi.
·
An
nathiihah: hewan yang mati
karena ditanduk.
·
Hewan yang diterkam
binatang buas.
Jika hewan-hewan di atas ini masih didapati dalam keadaan
bernyawa, lalu disembelih dengan cara yang syar’i, maka hewan tersebut menjadi
halal karena Allah Ta’ala berfirman,
إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya”
Yang termasuk bangkai adalah segala sesuatu yang terpotong dari
hewan yang masih hidup. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهِيَ مَيْتَةٌ
“Apa yang dipotong dari binatang
dalam keadaan hidup, maka sesuatu tersebut adalah bangkai.” (HR. Abu Daud no. 2858, At Tirmidzi no.
1480, Ibnu Majah no. 3216, Ahmad 5/218. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih. Lihat Shohihul Jaami’ no. 5652)
Namun ada dua bangkai yang dikecualikan keharamannya, artinya
bangkai tersebut halal yaitu bangkai ikan dan bangkai belalang. Hal ini
berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ
فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Kami dihalalkan dua bangkai dan
darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua
darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah no. 3218. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Kedua: Darah yang mengalir
Pengharaman hal ini berdasarkan Surat Al Maidah ayat 3 di atas.
Adapun darah yang jumlahnya sedikit semacam darah yang masih menempel di urat
daging sembelihan dan sulit dibersihkan, maka itu dimaafkan.
Ketiga: Daging babi
Selain pengharamannya dalam surat Al Maidah ayat 3 di atas,
Allah Ta’ala juga berfirman,
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ
يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ
فَإِنَّهُ رِجْسٌ …
“Katakanlah: “Tiadalah aku
peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145)
Shidiq Hasan Khon rahimahullah mengatakan, “Yang diharamkan dari
babi adalah seluruh bagian babi. Sedangkan di sini disebutkan dagingnya saja
karena biasanya yang dimakan adalah dagingnya.”
Keempat: Hewan yang disembelih atas nama selain Allah
Dalil pengharamannya selain surat Al Maidah ayat 3 di atas,
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ
وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al An’am: 121)
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang muslim untuk memakan
hasil sembelihan orang musyrik, majusi atau orang yang murtad (non ahli kitab).
Sedangkan untuk hasil sembelihan ahli kitab (yaitu Yahudi dan Nashrani) itu
dibolehkan untuk dimakan selama tidak diketahui jika ia
menyebut nama selain Allah. Landasan dari hal ini adalah firman
Allah Ta’ala,
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ
“Makanan (sembelihan)
orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu.” (QS. Al Maidah: 5). Yang dimaksud dengan
makanan dalam ayat di sini adalah hasil sembelihan ahli kitab (Yahudi dan
Nashrani). Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah,
Mujahid, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atho’, Al Hasan, Makhul, Ibrohim An Nakhoi,
As Sudi, dan Muqotil bin Hayyan.[2]
Bagaimana dengan hewan yang diimpor dari negara non muslim?
Kami dapat merinci hal ini sebagai berikut:
1. Jika yang diimpor adalah hewan laut semacam
ikan, maka itu halal untuk dimakan. Karena ikan itu dihalalkan meskipun mati
tanpa melalui penyembelihan yang syar’i, terserah yang menjaring ikan tersebut
muslim atau non muslim.
2. Jika yang diimpor adalah hewan daratan yang
halal untuk dimakan (semacam unta, sapi, kambing dan burung) dan berasal dari
negeri selain Ahli Kitab (seperti Majusi dan penyembah berhala), maka hewan
tersebut jadi terlarang untuk dimakan.
3. Jika yang diimpor adalah hewan yang berasal
dari negeri ahli kitab (Yahudi dan Nashrani), maka boleh dimakan asalkan
memenuhi dua syarat: [1] Tidak diketahui jika mereka menyebut nama selain Allah
ketika menyembelih (seperti menyebut salib atau nama Isa bin Maryam), dan Tidak diketahui mereka mereka menyembelih dengan penyembelihan yang tidak
syar’i.
Kaedah yang mesti diperhatikan dalam masalah hewan sembelihan: “Segala hewan sesembelihan yang berasal dari
orang yang sah untuk menyembelih (muslim dan ahli kitab), maka hukum asalnya
adalah selamat sampai ada dalil yang menunjukkan bahwa hewan tersebut terlarang
untuk dikonsumsi.”
Penerapan kaedah ini:
1. Jika ada daging sembelihan yang berasal dari
orang yang mengaku muslim, maka kita tidak perlu mencari tahu apakah hewan ini
disembelih dengan cara yang syar’i atau tidak, apakah orang yang menyembelih
tadi melaksanakan shalat atau tidak. Alasannya, karena seorang muslim adalah
orang yang berhak untuk menyembelih hewan tadi. Selama itu datang darinya, maka
kita hukumi halal sampai ada indikasi yang menunjukkan bahwa hasil sembelihan
tersebut haram untuk dimakan -mungkin- karena cara menyembelihnya jelas-jelas
tidak syar’i atau orang yang menyembelih tidak shalat. Menurut pendapat
terkuat, orang yang tidak pernah shalat sama sekali dihukumi kafir sehingga
sembelihannya haram untuk dimakan.
2.
Begitu pula jika
daging sembelihan tersebut berasal dari orang Nashrani atau Yahudi (Ahlu
Kitab). Selama itu berasal dari mereka, kita hukumi halal sampai ada indikasi
yang menunjukkan bahwa sembelihan tersebut adalah hasil penyembelihan yang
tidak syar’i, mungkin karena ia jelas-jelas menyebut nama selain Allah ketika
menyembelihnya.
Kelima: Hewan yang disembelih untuk selain Allah
Seperti disembelih untuk berhala, qubur, dan orang yang sudah
mati seperti ditujukan pada Said Al Badawi. Hal ini diharamkan sebagaimana
disebutkan dalam surat Al Maidah ayat 3 di atas.
Nantikan pembahasan selanjutnya mengenai dalil diharamkannya
anjing. Hal ini perlu dibahas karena sebagian orang masih meragukan
keharamannya. Semoga Allah mudahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar